Kalau kita bicara tentang budaya Indonesia itu sungguh ngga akan ada habisnya. Bagaimana tidak, lebih dari 360 suku yang ada di Indonesia semuanya memiliki ciri khasnya sendiri. Adat kebiasaan, pakaian daerah, bahasa, dialek. Begitu juga dengan kuliner khasnya, kita geser pindah wilayah sedikit saja sudah ikut berubah cita rasanya.


Aneka hidangan Nusantara yang menyelerakan! 

Kita ambil contoh misalnya, antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sama-sama di Jawa, tetapi beda propinsi. Kulturnya sudah berbeda, bahasanya, dialeknya, kulinernya. Yang di tengah terkenal dengan bahasanya dan dialeknya yang halus, yang di timur dikenal gahar tanpa basa basi. Cita rasa masakan tradisionalnya juga berbeda; masakan Jawa Tengah cenderung manis sedangkan masakan Jawa Timur cenderung asin dan pedas. 


Atau sama-sama di Jawa Timur, nih. Surabaya dan Madura yang hanya terpisah selat sepanjang 5,4 kilometer saja sudah beda banget kulturnya. Yang paling mudah, tentu saja bahasanya sudah jelas berbeda. Kulinernya juga, meski sama-sama banyak masakan yang menggunakan petis, tetapi berbeda jenisnya. Kuliner Surabaya lebih banyak menggunakan petis udang sebagai tambahan cita rasanya, sedangkan kuliner di Madura menggunakan petis Madura yang terbuat dari saripati ikan laut. 


Itu baru 2 kejadian yang dijadikan contoh. Bisa dibayangkan betapa meriahnya kalau 360++ suku disatukan. Indonesia kaya raya, bung! 

Yang pasti, karena kekayaan yang ada di Indonesia inilah yang membuat VOC tergila-gila ingin menguasai tanah air kita selamanya. Saking lamanya tanah air kita dikuasai Belanda, ngga heran kalau kuliner Indonesia pun ikut terpengaruh budaya mereka. Klappertaart, Roti Gambang, Selat Solo, adalah salah tiga yang paling terkenal diantara sekian macam jenis hidangan Nusantara terakulturasi kuliner Belanda. 


Roti Gambangnya, bu, pak, silakan.

Ngga hanya akulturasi dengan Belanda. Pengaruh China dan Arab juga ikut meramaikan kekayaan kuliner tanah air kita. Contoh paling mudah adalah mie. Semua suka kan? Iya, sama, aku juga 😆

Mie ini asalnya dari China, mereka pertama kali membuatnya sekitar abad ke-6 dengan cara sederhana, yang sampai sekarang masih ada yang menggunakannya, yaitu dengan cara menarik-narik adonan tepung hingga berbentuk semacam tali panjang yang lentur.


Atau mau mie goreng?

Contoh lain, ada Nasi Kebuli yang merupakan versi Indonesia dari Plov atau Pilav, hidangan nasi khas Timur Tengah yang berbumbu rempah bercampur daging dan disajikan dalam satu wadah piring besar untuk disantap beramai-ramai. Lalu ada lagi, Martabak 😁 Nah, kalau yang ini sudah ngga perlu diragukan lagi lah ya.. 



Untuk memeriahkan bulan Agustus bulan Kemerdekaan, spesial aku mau ngulik salah satu kuliner khas Sumenep, Madura, yang sudah lama banget aku idam-idamkan, yaitu Campor. Namanya lucu ya 😁 Terakhir kali aku makan Campor ini rasanya sudah lebih dari satu dekade lalu, dan sudah lama juga jadi wishlist untuk di recook.


Sepiring Campor penawar rindu.


Kuliner tradisional Madura ini aslinya banyak banget yang belum terekspos selain Nasi Bhuk, Soto Daging, atau Sate Ayam ya eheheh.. Ngga banyak orang yang kenal masakan Maronggi, Soto Sabreng, Korkit, Nase Jhejhen, Kaldu Kokot, atau Campor, kalau bukan orang yang minimal pernah tinggal di sana atau keturunan "taretan dibik" 😁


Nah, sejatinya Campor ini adalah soto daging kuah santan, yang disajikan dengan lontong, soun, bumbu kacang dan petis Madura, tambahan kecap manis, plus taburan daun bawang dan toge pendek yang digoreng. Oh, perasan air jeruk nipis juga ditambahkan untuk memperkaya rasanya.


Sudah kebayang? 


Yang bikin rasanya khas ini tentu saja petis Madura, sang primadona. Cita rasa petis ini berbeda dengan rasa petis udang, dia lebih tajam rasa ikannya dan teksturnya lebih liat seperti gulali. Biasanya kalau lagi males bikin sambel, pakai petis ini aja sama rawit, lalu diulek, sudah beres. Dimakan sama nasi hangat, ikan goreng, sayur Maronggi, aduuhh nikmat luar biasa!


Petis Madura, harta karunku.

Sayur Maronggi itu apa?

Sayur daun kelor khas Madura, cara masaknya pernah aku unggah di sini. Mirip seperti Bubur Manado, tapi dalam versi yang lebih light. 


Sudah cukup iming-imingnya 😁 Kita masak Campor yuk.. Kalau di Sumenep sih, masakan ini disajikan sebagai menu sarapan. Biasa ditambahkan Korkit atau kroket singkong, sebagai side dish yang membuat cita rasanya makin comfy. 


Zoom in biar makin ngiler 😁

Resepnya aku dapat dari Yunda, adik Abiku yang masih tinggal di Sumenep. Sebagai anak keturunan Madura, dari kecil aku sudah familiar banget dengan kuliner khas sana. Yang aku ingat setiap pulang ke Sumenep, kami semua selalu makan bersama sambil duduk melingkar di atas bale bambu yang besar banget di ruang makan. Sambil tercium aroma sangit asap kayu bakar dari dapur Mbah Ibuk Rahimahullah. Lalu minumnya air putih yang warnanya merah karena selalu ditambahkan secang setiap kali memasak air untuk minum. Ya Allaah, makin rinduuu.. 

Lah, jadi nostalgia. Yuk, masak sekarang. 


Campor Songenep


Bahan soto daging:

500 gr daging sapi tetelan

6 butir bawang merah

4 siung bawang putih

Pala

Merica

Gula

Garam

Daun bawang

65 ml santan instan kemasan

1½ - 2 liter air

Minyak goreng


Bahan bumbu kacang:

100 gr kacang tanah, goreng

1 sdm petis Madura

Cabe rawit

Air panas secukupnya

Sedikit garam

--> ulek halus semuanya


Bahan pelengkap:

Lontong

Soun

Toge pendek, goreng

Rajangan daun bawang

Kecap manis

Jeruk nipis


Caranya:

- Potong dadu daging, lalu rebus hingga empuk. 

- Haluskan duo bawang, pala, dan merica. Potong- potong daun bawang agak panjang. Panaskan minyak goreng, lalu tumis hingga matang dan harum. 

- Masukkan bumbu tumis ke dalam rebusan daging, tambahkan santan, gula, garam, tes rasa, lalu masak hingga bumbu meresap dan daging matang sempurna. Siap disajikan. 

- Cara penyajiannya: atur lontong di piring, lalu beri soun di atasnya, tambahkan bumbu kacang, lalu siram dengan soto daging, tambahkan kecap, daun bawang, toge goreng, dan air perasan jeruk nipis. 

- Selamat menikmati!


Rindu terobati meski sayang kurang Korkitnya, mau bikin udah ngga keburu karena sudah terlalu rindu 🤭 Nanti deh lain waktu pengen bikin Campor versi yang lengkap. Yang ini juga hasil akhirnya masih dikoreksi Yunda, karena ngiris daun bawangnya terlalu besar, kurang halus. 


Soto daging kuah santan ini juga enak kalau tampil mandiri, alias dijadikan lauk untuk makan nasi. Terutama untuk anak-anak yang kadang masih menolak untuk makan jenis masakan yang kurang familiar di lidah mereka. Beberapa resep ada yang menambahkan cabe merah, kayu manis, dan cengkeh sebagai penambah cita rasanya. 


Tertarik mencoba? 

Jangan ragu, kak. Masak sendiri di rumah kalau perlu. Dengan begitu, kita bisa mengenalkan aneka hidangan Nusantara kepada anggota keluarga lainnya supaya menu di meja makan ngga monoton itu-itu saja. Selain memperkaya pengetahuan tentang aneka hidangan Nusantara, siapa tahu kita bisa menemukan hidangan favorit yang baru untuk keluarga, kan? 


Selamat bereksplorasi dengan kuliner Nusantara!


 

__

Tulisan ini aku buat spesial untuk meramaikan event IDFB dalam rangka perayaan hari Kemerdekaan RI ke 79. Semoga Indonesia makin baik, rakyat makin makmur, gemah ripah loh jinawi.