Pasca diajarin chef anak senja mbak Anis Wardani cara ngocok butter yg baik & benar utk metode butter cake, mendadak aku kena demam marmer cake 😂

Marmer cake ini adalah rebake resep Bumer hasilku bongkar² buku resep jadoel beliau beberapa tahun lalu.

Waktu itu pernah bikin sekali untuk kepentingan naskah, lalu yasudah. Terlupa tertimpa bermacam resep & alasan.

Akhirnya kemarin teringat, lalu mencari resepnya di folder email sent, copas ke apps My Cookbook, dan inilah hasilnya.


Selama ngocok adonannya bener, hasilnya lembut ngga nyangkut minim remahan. Resep asli sudah aku modifikasi sedikit sebagaimana nyamanku.

Bahannya:
150 gr gula kastor
175 gr butter (boleh mix dg margarin)
½ sdt vanilla
5 btr kuning telur
4 btr putih telur
125 gr tepung terigu
1 sdt BPDA
1 sdt pasta cokelat

Caranya:
- Siapkan loyang tulban diameter 18 cm, olesi margarin & taburi tepung, sisihkan.
- Panaskan oven 170°C
- Campur terigu & BPDA, aduk rata, ayak halus, sisihkan.
- Kocok butter, gula, dan vanilla hingga pucat fluffy dan gula larut.
- Masukkan telur satu per satu dengan tetap dikocok sampai adonan jadi homogen.
- Masukkan terigu, kocok dengan kecepatan paling rendah hingga adonan tercampur rata seluruhnya.
- Ambil ⅓ bagian adonan, tambahkan pasta cokelat, aduk rata.
- Mulailah mengatur pola marmer di dalam loyang. Setelah selesai, lanjut panggang selama 35-40 menit hingga matang.

Note:

Step by step bikin motif marmer supaya kece sudah pernah di share mbak Anis di sini. Atau kalau ngga banyak kok tutorialnya di youtube.

Very late blog post 🙈

-
Hari ini bikin Jangan Kesrut khas Banyuwangi 😋 mumpung kemarin dibawain klenthang sama Umi.


Klenthang adalah buah pohon kelor. Bentuknya panjang & berkulit keras. Yg dimakan adalah bagian dalamnya yg lunak.

Kenapa dinamain Jangan Kesrut?
Jadi, konon, masakan ini aslinya puedesss asem seger, sampe yg makan keringetan dan (maaf) ingusan 😂

Hayuk kalau mau bikin juga. Kalau ngga ada klenthang di skip aja gakpapa. Ayamnya diganti daging tetelan juga gakpapa.

Haluskan:
7 butir bawang merah
3 buah cabe merah besar
5 buah cabe rawit
Garam
Terasi

Potong²:
7 buah belimbing wuluh
2 bonggol bawang daun
1 ekor ayam
3 batang klenthang, buang sedikit kulitnya
5 batang kacang panjang
1 ruas jari lengkuas

Caranya:
Rebus 3 liter air hingga mendidih, lalu masukkan bumbh yg sudah dihaluskan dan lengkuas hingga wangi.
Masukkan ayam, masak hingga ½ matang.
Masukkan isian lainnya, masak hingga seluruhnya matang. Jangan lupa diicip dulu biar pas rasanya.


Hmm, nyamnyamnyam.. 😋😋

Akibat punya piaraan labu kuning segelundung, sudah tua banget sampai kulitnya keras. Bingung mau dibikin apa, masa di kolak lagi.. Akhirnya aku recook kleponnya mbak Lely 😋 Yumm! Suwun mbakyu 😘

Tumben banget ini aku bikin jajan tradisyenel. Embuh kesambit apa. Biasanya mending beli laaah.. Resepnya ikut mbak Lely, tapi agak sedikit aku sesuaikan takarannya mengikuti feeling.


Kelepon Koneng

Bahan A:
200 gr labu kuning, kukus, haluskan
180 gr tepung ketan
¼ sdt garam
Gula aren utk isian (aku pakai yg halus)
Air untuk merebus
1 lembar daun pandan, simpulkan

Bahan B:
¼ butir kelapa agak tua, parut
Sedikit garam

Caranya:
Campur labu, tepung ketan, garam, uleni hingga kalis. Air ditambahkan jika adonan terasa kering.
Ambil sedikit adonan, pipihkan, isi dengan gula aren, lalu tutup adonan hingga membentuk seperti bola. Lakukan hingga seluruh adonan habis. Sisihkan dulu.
Campur bahan B, kemudian kukus hingga matang. Angkat, sisihkan.
Didihkan air, beri daun pandan. Kemudian masukkan bola² adonan tadi. Masak hingga mengapung dan matang.
Angkat. Tiriskan, lalu gulingkan ke dalam kelapa kukus tadi hingga rata.
Sajikan.

Jadinya ngga terlalu banyak. Cukuplah untuk ngotorin gigi dan ngisi pojokan lambung.
Masih punya piaraan labu kuning di freezer yg sejak bikin klepon kemarin belum juga tersentuh. Waks!

Padahal niat mulia pengen bikin yg tradisyenel gitu macem bubur sumsum, jenang grendul, apalah 😅 Terlalu muluk kayaknya..

Mari kita bikin yg simpel aja: Pumpkin Buttercake, resep nyontek plek dari blog mbak Hesti ❤ Cuma aja aku pakai 2 macam gula: gula aren & gula putih.


Sini kubantu copas resep aslinya yes.

Bahan :
- 300 gr terigu protein sedang
- 5 butir telur
- 200 gr labu kuning tanpa kulit, kukus lalu haluskan menggunakan garpu
- 200 gr gula pasir
- 200 gr mentega
- 1/2 sdt garam
- 1/2 sdt vanili bubuk
- 1 sdt baking powder double acting
- almond slice untuk taburan

Cara membuat :
- Kocok margarine, butter, gula, dan vanili sampai lembut dengan mixer kecepatan tinggi.
- Masukkan telur satu persatu sambil terus dikocok sampai rata.
- Turunkan kecepatan mixer menjadi rendah. Masukkan setengah bagian tepung yang sudah diayak bersama baking powder. Masukkan labu halus. Kocok rata. Masukkan lagi sebagian sisa tepung, kocok sampai rata.
- Tuang di talam lingkaran diameter 23 cm yang sudah dioles margarine dan ditabur tepung terigu. Taburi almond slice. 
- Panggang dengan panas 180 C selama 40-50 menit atau sampai tusuk gigi dimasukkan tidak lengket lagi.

Mari mengunyah & menggendud bersama!
Sebagai seorang ibu penuh waktu dari seorang bocah aktif berumur 2 tahun, waktu untuk diri sendiri sangatlah berharga. Anakku Bimo sangat aktif sepanjang hari, dari pagi hingga petang. Sebagai ibunya, otomatis aku tidak bisa lengah sekejap pun. Apalagi kalau dia tiba-tiba diam hening tanpa suara, pasti ada suatu proyek besar yang dikerjakan. Sangat berbahaya jika kita lengah.

Secara umum, anakku bukan anak yang rewel. Malah dia cenderung lebih “dewasa” jika dibandingkan dengan sepupu yang seumurnya. Mungkin karena dia anak pertama, dan kami ibu bapaknya memanggil dia dengan sebutan “mas”. Tetapi tetap saja mengasuh anak batita sangat menguras energiku. Apalagi tanpa adanya bantuan dari seorang asisten rumah tangga.

Beruntung pak Suami tidak pernah membebaniku dengan peraturan bahwa rumah harus selalu bersih, pakaian harus selalu licin diseterika, bahkan jika aku sudah nampak kelelahan dia pun tidak memintaku memasak untuknya. Sesekali aku juga masih diperbolehkan pergi sendiri bersama teman-temanku. Me time, katanya. Tentu saja dengan senang hati kunikmati.

Ada satu hobi yang sering aku lakukan pada waktu me time, yaitu memotret. Terutama memotret makanan, atau food photography. Benar-benar merupakan stress release yang jitu. Kegiatan ini biasanya aku kerjakan pada saat Bimo tidur siang. Lumayan, ada waktu 1-2 jam untuk menikmatinya selagi dia tidur.


Hobi fotografi makanan ini sebenarnya baru mulai kutekuni sekitar 6 tahun lalu. Karena harus berkontribusi membuat buku resep, mau tidak mau aku harus bisa memotret hasil masakan tersebut dnegan baik dan benar. Mentor pertamaku adalah mbak Ifah, editor dari suatu percetakan di daerah Bandung. Dialah orang luar yang pertama mengoreksi hasil fotoku. Dari dia aku belajar cukup banyak tentang hal yang paling dasar dari ilmu fotografi makanan.

Alhamdulillaah, sampai sekarang proses belajar masih terus berlanjut. Terakhir, aku berkesempatan untuk kerja bareng beberapa fotografer senior salah satu klub fotografi, untuk program amal peduli korban gempa di daerah Palu dan Lombok. Grogi? Pasti. Tetapi ini adalah satu kesempatan baik yang langka. Kapan lagi bisa naik kelas?

Sepertinya kegemaranku memotret ini menurun ke Bimo. Beberapa kali dia ikut sibuk mengatur mainannya di atas alas fotoku untuk dipotret. Pokoknya ikut sibuk seperti ibunya.

Begitu malam tiba, dan Bimo sudah tidur nyenyak, inilah waktuku dan pak Suami untuk bersantai setelah sehari penuh berkutat dengan urusan masing-masing. Tidak perlu sesuatu yang fancy, cukup dengan menikmati minuman hangat seperti kopi, teh, wedang jahe, atau yang sejenisnya.

Hangatnya Herbadrink Sari Jahe, nikmat. 

Supaya mudah, aku hampir selalu sedia Wedang Jahe dari Herbadrink. Tinggal seduh saja dengan air panas, aduk rata, lalu siap dinikmati. Praktis. Hangat di badan, pikiran menjadi rileks kembali. Tidur nyenyak adalah efek samping yang dinanti, meskipun tengah malam sesekali terbangun karena Bimo minta minum atau mengganti pospaknya yang sudah basah.


Herbadrink Temulawak hangat, enak juga.

Tidak hanya varian Wedang Jahe, ada dua varian lain Herbadrink yang juga aku suka: Lidah Buaya dan Temulawak. Keduanya bisa dinikmati hangat ataupun dingin. Aku lebih suka menikmatinya dingin. Apalagi jika diminum siang hari setelah beraktivitas. Badan terasa segar, dan siap untuk menemani Bimo berkegiatan.

Herbadrink Lidah Buaya, kesegaran yang hakiki.

Oh ya, varian Lidah Buaya ini bebas gula. Jadi kita yang sudah berumur segini bisa bebas menikmati kapan saja. Mengurangi asupan gula itu penting lho. Metabolisme tubuh kita makin “dewasa” makin melambat. Hingga melangkahpun akan terasa berat. Jangan lupa tetap bergerak, supaya kondisi tetap fit. Apalagi aku yang masih punya anak usia batita, harus selalu siap tempur. Hahaha..

Kalau bukan kita yang menjaga diri sendiri, siapa lagi?